Hukum Melihat Jin

  • Secara Bahasa,Kata ghaib adalah bentuk masdar dari kata ghaa-ba, yang berarti setiap yang tidak dapat dicernah oleh panca indera, baik yang diketahui atau tidak. 

  • Secara Istilah,Beriman kepada yang ghaib adalah percaya kepada segala sesuatu yang tidak dapat dijangkau oleh panca indera dan tidak bisa dicapai oleh akal biasa, akan tetapi hanya dapat diketahui berdasarkan wahyu (khabar) yang diterima oleh para nabi dan rasul.


Dalam permasalahan ini ahlus sunnah wal jama’ah berkeyakinan bahwa beriman kepada yang ghaib adalah merupakan salah satu sifat dari orang-orang mukmin, sebagaimana firman Allah Ta’ala, artinya: 
“Alif laam miim. Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (QS. al-Baqarah: 1-3). 

Ada dua pendapat tentang makna iman di dalam ayat di atas:

  • Bahwasanya mereka mengimani segala yang ghaib yang tidak dapat dijangkau oleh panca indera (dan akal), yaitu hal-hal yang telah diberitakan tentang Allah Ta’ala dan tentang Rasul-Nya. 

  • Bahwasanya mereka beriman kepada Allah Ta’ala di waktu ghaib sebagaimana mereka beriman kepada-Nya di waktu hadir, dan ini berbeda dengan orang-orang munafik.

Kedua makna di atas tidak bertentangan, bahkan keduanya harus ada pada diri seorang mukmin. 

Ibnu Jarir ath-Thabari berkata: Yang dimaksud dengan beriman kepada hal ghaib adalah segala bentuk pembenaran terhadap Allah, titab-kitab-Nya, dan rasul-rasul-Nya dan bentuk pembenarannya adalah dengan amal perbuatan. 

Berkata ar-Rabii’ bin Anas: Yang dimaksud adalah orang-orang yang beriman kepada Allah, malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, surga-Nya, neraka-Nya dan beriman terhadap kehidupan setelah mati. 

Berkata Ibnu Mas’ud: Termasuk di dalamnya adalah beriman tentang adanya dan keberadaan Jin. 

Ahlus Sunnah wal Jama’ah juga berkeyakinan bahwasanya pengetahuan terhadap hal yang ghaib termasuk hal yang menjadi rahasia Allah Ta’ala dan termasuk sifat Allah Ta’ala yang paling khusus, yang tidak ada seorang makhluk-pun dapat menyamai-Nya, sebagaimana firman-Nya; 
Artinya, “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mwengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelei daun-pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Makhfudz)” (QS. al-An’an: 59) 

Maka barangsiapa berkeyakinan bahwa dirinya atau orang lain boleh mengusai yang ghaib atau mengetahui hal yang ghaib berarti ia telah kufur, karena hal ini termasuk hal yang yang tidak pernah diberitakan oleh Allah Ta’ala kepada siapapun; tidak kepada para malaikat yang dekat dan tidak juga kepada para rasul yang diutus. Allah Ta’ala berfirman: 

قُل لاَّ يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ 

“Katakanlah! (Hai Muhammad) Tiada siapapun baik di langit maupun di bumi yang mengetahui hal-hal yang ghaib kecuali Allah, dan mereka tidak mengetahui kapan mereka dibangkitkan” (QS.An-Naml: 65) 
Dan firman-Nya; 

لاَ أَقُولُ لَكُمْ عِندِيْ خَزَآئِنُ اللهِ وَلاَ أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلاَ أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ 
إِلاَّ مَا يُوحَى إِلَيَّ 

“Katakanlah! (Hai Muhammad): Aku tidak mengatakan kepada kalian bahwa perbendaharaan (rahasia) Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib, dan tidaklah aku mengatakan kepada kalian bahwa aku ini malaikat, aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku” (QS.Al-An’am:50) 

Adapun hal-hal yang ghaib yang dikhabarkan oleh para nabi dan rasul, sebagaimana Nabi kita Muhammad r menghabarkan kepada ummatnya tentang tanda-tanda hari kiamat, tentang adanya surga dan neraka, tentang adanya azab kubur dan nikmat kubur dan juga Rasulullah r pernah memegang leher jin Ifrit ketika beliau diganggu oleh Jin tersebut didalam shalatnya sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dan juga hal-hal yang ghaib lainnya, maka yang demikian tiada lain hanyalah sebagai salah satu tanda kenabian dan keistimewaan bagi beliau, dan hal ini hanyalah sebagai wahyu Ilahi, sebab beliau tidak bertutur kata melainkan berdasarkan bimbingan wahyu dari Allah Ta’ala. 

Pada intinya hal-hal ghaib yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala beritahukan kepada para nabi dan rasul merupakan kekhususan mereka dan tidak diberikan kepada selain mereka, hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam firmanNya, 

عَالِمَ الْغَيْبِ فَلاَ يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا إِلاَّ مَنِ ارْتَضَى مِن رَّسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا 

“(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang hal ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya”. (QS.Al-Jinn: 26-27) 

Namun sangat disayangkan banyak diantara kaum Muslimin yang masih percaya kepada cerita-cerita khurafat dan cerita-cerita syirik jahiliyah. Misalnya keyakinan bahwa ada diantara manusia yang dapat mengetahui hal yang ghaib apapun bentuk namanya. Kenyataan ini dapat didapati dari fenomena yang ada disekitar kita, apalagi dengan adanya sekian banyak bentuk tayangan media elektronik yang menggambarkan cerita-cerita demikian dan banyak digandrungi oleh banyak pemirsa justru memperparah dan seolah-olah telah melejitimasi bahwa yang demikian adalah benar padahal justru sebaliknya bahwa keyakinan-keyakian yang demikian adalah merupakan kekeliruan yang sangat berhaya terhadap aqidah dan keyakinan seseorang. 

Karena pada dasarnya yang mereka lakukan itu tiada lain hanyalah tipu daya Jin dan propaganda Syaithan menggiring kaum Muslimin agar jauh dari tuntunan al-Qur’an dan as-Sunnah, kemudian terjerumus ke lembah kesyirikan dan terkubur ke dalam lumpur kekufuran. Karena hal ini merupakan perbuatan menyekutukan Allah Ta’ala dengan selain-Nya dalam hal yang menjadi kekhususan Allah Ta’ala, yaitu mengetahui hal yang ghaib. 
Allah Ta’ala berfirman. 

إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ إِنَّا جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَآءَ لِلَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ 

“Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman”. (QS.Al-A’raf:27) 

Berkata Ibnu Hajar al-Asqalani dalkam kitabnya Fathul Baari, “Sesunggunya syaithan bisa menampakkan diri dan melakukan penyerupaan yang bisa dilihat wujudnya, dan tidak dapat dilihat dalam bentuk aslinya.” (Lihat Fathul Baari, 9/55) 

Imam asy-Syafi’i mengatakan, “Barangsiapa yang mengaku bisa melihat jin maka syhadat(persaksiannya) tidak dapat diterima kecuali dia seorang Nabi.” (Fathul Baari, 4/489) 

Dengan demikian klaim seseorang bahwa dia mengetahui hal yang ghaib telah banyak merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat. Masyarakat telah banyak mengeluarkan banyak harta dan biaya demi mendapat ilmu ghaib –menurut sangkaan mereka- , dan terkadang dia menghabarkan beberapa hal, sebagiannya benar (secara kebetulan) dan sebagiannya bohong, bahkan sebagian besarnya adalah bohong. Sehingga terbaliklah tolok ukur kehidupannya, yaitu banyak orang mengatur hidup mereka berdasarkan saran-saran yang disampaikan oleh sang pendusta dukun dan sebangsanya yang mengaku mengetahui hal ghaib. 
Allah Ta’ala berfirman, 

قُل لاَّ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلاَ ضَرًّا إِلاَّ مَا شَآءَ اللهُ وَلَوْ كُنتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلاَّ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ 

“Katakanlah! (Hai Muhammad): Aku tidak berkuasa mendatangkan manfa'at bagi diriku dan tidak (pula kuasa) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman”.(QS.Al-‘Araf:188) 

Jika Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam saja tidak mengetahui hal yang ghaib selain yang diwahyukan kepadanya, bahkan dengan terus terang beliau menafikan yang demikian itu atas dirinya, maka bagaimana dengan orang-orang selain beliau?? Tentu mereka pasti tidak lebih tahu. Karena Rasulullah lebih berhak daripada mereka. 
Tergelincirnya banyak orang ke dalam kesalahan berbahaya ini, disebabkan oleh beberapa berita yang mereka lihat “benar”, yaitu berasal para dukun dan yang sebangsanya. Sehingga keyakinan mereka semakin kuat, dan selanjutnya mempercayai cerita-cerita mereka berikutnya. 

Dan sebagai tolok ukur, berikut ada beberapa prinsip dasar berkaitan dengan hal ghaib, di antaranya;

  • Hal ghaib adalah termasuk hal yang hanya diketahui oleh Allah Ta’ala, bahkan sebagian pemberitaan para nabi terhadap hal ini, hanyalah berdasarkan apa yang Allah Ta’ala telah beritakan kepada mereka dan bukan karena usaha mereka sendiri, tidak sebagaimana fenomena yang ada saat ini, banyak orang mengaku dengan bentuk nama apapun telah mengaku mengetahui yang ghaib. Ini tidak lain hanyalah sebuah kedustaan belaka. (Lihat QS. al-Jin: 26-27) 

  • Seandainya mengetahui hal yang ghaib itu merupakan buah dari keimanan yang benar, tentunya orang yang paling berhak adalah Rasulullah. Padahal beliau telah mengingkari terhadap yang demikian. (Lihat QS. al-A’raf: 188) 

  • Seandainya orang-orang yang mengaku mengetahui yang ghaib, tentu mereka akan dapat menghindarkan diri dari bencana, musibah dan kejahatan yang menimpa diri-diri mereka sendiri. 

  • Mereka yang mengaku mengetahui yang ghaib, karena berhubungan dengan jin.

    وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ اْلإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا

    “Dan bahwasannya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari kalangan jin, maka jin-jin itupun menambahkan bagi mereka dosa dan kesalahan”. (QS. Al-Jin:6)

    Syekh Abdullah Al-Jibrin suatu ketika pernah ditanya; apakah benar ada orang-orang tertentu yang bisa langsung melihat bangsa jin apa yang mereka kehendaki dan kapan saja mereka mau? Dijawab oleh beliau: Manusia tidak ada yang mampu melihat bangsa Jin secara hakiki dalam rupanya yang asli, tetapi syaithan-syaithan itulah yang merasuki mereka para penyihir dan dukun, lalu berbicara lewat mereka dan melihat Jin dalam rupannya yang asli, ketika itulah orang tersebut mengabarkan bahwa mereka melihat bangsa Jin kapan datang dan perginya sedangkan orang-orang yang ada disekeliling mereka tidak melihat apapun, Mereka (para penyihir dan dukun) harus berkhidmat kepada Jin & Syaithan sehingga mampu menampakkan diri kepada mereka yang tidak bisa dilihat oleh selain mereka.

  • Kebanyakan orang yang mengaku mengetahui hal ghaib bukanlah orang baik-baik dan bertakwa. Bahkan ada diantara mereka yang fajir (penjahat) dan zindiq (kufur). Mereka banyak berkubang dalam banyak perbuatan yang diharamkan. Kenyataan ini menunjukkan bahwa kabar-kabar tentang sebagian hal ghaib kadang bersumber dari orang yang tidak shalih, bahkan non muslim. Bagaimana mungkin mereka ini bisa menjadi wali-wali Allah melainkan hanya kedustaan belaka??

    وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللهِ كَذِبًا أَوْ قَالَ أُوْحِىَ إِلَىَّ وَلَمْ يُوحَى إِلَيْهِ شَيْءٌ وَمَن قَالَ سَأُنزِلُ مِثْلَ مَآ أَنزَلَ اللهُ وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلاَئِكَةُ بَاسِطُوا أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنتُمْ عَنْ ءَايَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ

    “Dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang mengadakan kedustaan terhadap Allah atau yang berkata:"Telah diwahyukan kepada saya", padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata:"Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah". Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalan tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata) :"Keluarkanlah nyawamu". Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri ayat-ayat-Nya”. (QS.Al-An’am:93)
    Dan juga firman Allah dalam surat yang sama,

    فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللهِ كَذِبًا لِيُضِلَّ النَّاسَ بِغَيْرِ عِلْمٍ إِنَّ اللهَ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

    “Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan". Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. (QS. Al-An’am:144)


Pendahuluan

Segala puji hanya kepunyaan Allah Ta’ala, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, shahabatnya dan orang-orang yang selalu istiqamah mengikuti manhaj mereka sampai hari kiamat.

Tidak dapat dipungkiri lagi, akhir-akhir ini banyak kita jumpai fenomena yang menyedihkan dan memprihatinkan berkaitan dengan kesalahpahaman kamum Muslimin mengenai keimanan terhadap hal-hal ghaib. Bahkan keadaan yang demikian telah mendapat prioritas dan tempat tersendiri dalam setiap pemberitaan dan tayangan mayoritas media informasi, baik cetak maupun elektronik sehingga menimbulkan dampak negatif bagi pola pikir dan keyakinan serta aqidah sebagian besar kaum Muslimin secara khusus.

Keyakinan terhadap kebenaran tukang tenung dan dukun serta tukang sihir yang mengaku dirinya mengetahui hal-hal ghaib dengan berbagai bentuk nama-nya sepertiparanormal, orang pintar, ahli supranatural, pemilik indra keenam, para hipnotis atau bahkan berkedok seorang ustadz (kiyai) dan selainnya adalah merupakan sekian contoh kepercayaan yang menyimpang dari aqidah yang benar dan menyesatkan yang dapat mengakibatkan kekufuran bagi pelaku dan yang mempercayainya.

Oleh karenanya, atas dasar nasehat kepada Allah Ta’ala dan kepada hamba-Nya dalam kesempatan ini kami ingin mengangkat permasalahan ini dengan harapan semoga dapat menetralisir segala bentuk keyakinan yang salah dan menyimpang dalam permasalahan ini. 

Hukum Mempercayainya

Berkaitan dengan permasalahan ini Rasululllah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan peringatan dan ancaman dalam banyak hadits-hadits beliau, di antaranya;
Beliau bersabda:

ليس منا من تطير أو تطير له أو تكهن له أو سحر أو سحر له ومن أتى كاهنا فصدقه بما يقول فقد كفر بما أنزل على محمد صلى الله عليه وسلم

“Bukan dari golongan kami, orang yang menentukan nasib sial dan keberuntungan berdasarkan tanda-tanda benda, burung (dan lain-lainnya), atau yang bertanya kepada dukun dan yang mendukuninya, atau yang meenyihir dan meminta sihir untuknya, dan barangsiapa yang mendatangi kâhin (dukun dan sejenisnya) lalu membenarkan apa yang diucapkannya maka dia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad r (murtad dari Islam)” (HR.Al-Bazzâr dengan sanad yang bagus).

لاَ تَلِجُوْا عَلىَ اْلمُغِيْبَاتِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِيْ مِنْ أَحَدِكُمْ مَجْرَى الدَّمِ

“Janganlah kalian menemui wanita-wanita yang suami-suami mereka tidak ada sisi mereka, karena sesungguhnya syaithan itu mengalir dalam diri seseorang diantara kalian pada aliran darahnya” (HR.Tirmizi).

Di dalam hadits yang lain Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa mendatangi ‘arraaf (tukang tenung/peramal) dan menanyakan sesuatu kepadanya maka tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh hari.” (HR. Muslim).

Dalam riwayat Abu Dawud diceritakan bahwa Abu Hurairah pernah meriwayatkan dari Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang mendatangi kahin (dukun) dan membenarkan apa yang ia katakana , sungguh ia telah kafur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR. Abu Dawud).

Dalam redaksi yang lain beliau bersabda: “Barangsiapa mendatangi ‘arraaf (peramal) atau kahin (dukun) dan membenarkan apa yang ia katakana, sungguh ia telah kafur terhadap apa yang diturunkan kepada nabi Muhammad.” (HR. Sunan Empat, dan dishahihkan oleh al-Hakim).

Dari hadits-hadits yang mulia ini, menunjukkan larangan mendatang kahin (dukun), ‘arraaf (peramal) atau sebangsanya dalam bentuk apapun, larangan bertanya kepada mereka tentang hal-hal yang ghaib, larangan mempercayai dan membenarkan apa yang mereka katakana, serta ancaman bagi mereka yang melakukannya. Ini semua karena mengandung kemungkaran dan bahaya yang sangat besar, dan berakibat negatif yang sangat besar pula, disebabkan mereka telah melakukan kedustaan dan dosa.

Hadits-hadits Rasulullah di atas juga telah membuktikan tentang kekufuran mereka, karena mereka mengaku mengetahui hal yang ghaib, dan mereka tidak akan sampai kepada maksud yang mereka inginkan melainkan dengan cara berbakti, tunduk, taat dan menyembah jin-jin, dan ini merupakan perbuatan kufur dan syirik kepada Allah Ta’ala.

Sedangkan orang yang membenarkan mereka atas pengakuannya mengetahui hal-hal yang ghaib dan meyakininya, maka hukumnya sama seperti mereka. Dan setiap orang yang menerima hal ini dari orang yang melakukannya, sesungguhnya Rasulullah telah berlepas diri dari mereka. 

Hukum Orang Yang Mengaku
Mengetahui Hal Ghaib

Orang yang mengaku mengetahui hal ghaib maka dia telah kufur berdasarkan al-Qur’an maupun as-Sunnah. Sebab ia telah mendustakan Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman:
Artinya, “Katakanlah, “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui hal ghaib, kecuali Allah Ta’ala.” Dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.” (QS. an-Naml: 65)

Apabila Allah Ta’ala telah menyuruh Nabinya, Muhammad untuk memberitahukan kepada ummatnya, bahwa tidak ada seorangpun di langit dan diu bumi yang mengetahui hal ghaib, kecuali Allah Ta’ala; maka orang yang mengaku mengetahuinya , berarti ia telah mendustakan Allah Ta’al. Karena bagaimana mungkin mereka mengetahui yang ghaib, sementara Nabi tidak mengetahuinya, apakah mereka lebih mulia..???
Allah Ta’ala berfirman,

عَالِمَ الْغَيْبِ فَلاَ يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا إِلاَّ مَنِ ارْتَضَى مِن رَّسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا

“(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang hal ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya”. (QS.Al-Jinn: 26-27)

Inilah ayat kedua yang menyatakan kekufuran mereka yang mengaku mengetahui hal ghaib. Padahal Allah Ta’ala telah memerintahkan Nabi-Nya untuk mengumumkan kepada ummatnya dengan firman-Nya:

لاَ أَقُولُ لَكُمْ عِندِيْ خَزَآئِنُ اللهِ وَلاَ أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلاَ أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلاَّ مَا يُوحَى إِلَيَّ

“Katakanlah! (Hai Muhammad): Aku tidak mengatakan kepada kalian bahwa perbendaharaan (rahasia) Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib, dan tidaklah aku mengatakan kepada kalian bahwa aku ini malaikat, aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku” (QS.Al-An’am:50)

Diriwayatkan dari Jundab secara bersambung, Rasulullah bersabda: “Hukuman bagi tukang sihir ialah dipenggal lehernya dengan pedang.” (HR. ath-Thurmudzi)

Dan dalam Shahih al-Bukhari diriwayatkan dari Bajalah bin ‘Abdah, ia berkata: “Umar bin Khaththab telah menetapkan perintah, yaitu bunuhlah tukang sihir laki-laki maupun perempuan.”. Selanjutnnya Bajalah mengatakan:“Maka kamipun melaksanakan hukuman mati terhadap tiga tukang sihir perempuan.” (HR. al-Bukhari)

Dan diriwayatkan dalam hadits shahih bahwa Hafshah telah memerintahkan agar seorang budak perempuan miliknya yang telah menyihirnya dihukum mati, maka dilaksanakanlah hukuman tersebut terhadap budak perempuan itu. Demikian pula diriwayatkan dari Jundab.

Imam Ahmad mengatakan, bahwa hukuman mati terhadap tukang sihir telah dilakukan oleh tiga orang shahabat Nabi, yaitu Umar, Hafshah, dan Jundab sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits shahih.

Maka seorang tukang sihir dikatakan telah kufur karena dia telah menggunakan jin dalam setiap aktifitasnya dan dia mengaku mengetahui hal-hal ghaib. Dengan demikian siapapun yang berani mengaku mengetahui hal ghaib dan menggunakan jin dalam setiap aktifitasnya, maka hukumnya sama apapun bentuk namanya. 

Penutup

Demikian sekilas pembahasan tentang Beriman kepada Hal-Hal Ghaib berdasarkan pemahaman ahlus sunnah wal jama’ah. Dan bagi segenap kaum Muslimin agar jangan merusak agamanya, aqidahnya, dunianya dan akhiratnya dengan mendatangi dukun, tukang tenung, para normal, ahli supranatural, hipnotis, dan sebangsanya bahkan yang berkedok seorang ustadz atau kiyai dengan meminta pendapat mereka, mempercayai mereka. Semua itu merupakan bentuk kekufuran.

Oleh karena itu seorang muslim tidak dibenarkan pergi kepada mereka dan menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan jodoh, pernikahana anak atau saudaranya, atau yang menyangkut hubungan suami isteri dan keluarga, tentang kecintaan dan kesetiaan, perselisihan dan perpecahan yang terjadi dan lain sebagainya. Karena ini berhubungan dengan hal-hal yang ghaib yang tidak diketahui hakekatnya oleh siapapun kecuali Allah Ta’ala.

Dan mereka wajib bertaubat kepada Allah Ta’ala dari perbuatan tersebut, jika mereka sudah terlanjur tergelincir dalam perbuatan seperti itu. Mereka wajib mengoreksi kembali aqidahnya. Mengetahui hal-hal yang bisa memperbaiki dan hal-hal yang dapat merusak. Ini merupakan kewajiban yang paling mendasar.

Kita memohon kepada Allah agar kaum Muslimin terpelihara dari tipu daya mereka dengan nama-nama yang lain, dan semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan pertolongan kepada kaum Muslimin agar senantiasa berhati-hati terhadap mereka, dan melaksanakan hukum Allah Ta’ala dengan segala sangsinya kepada mereka, sehingga manusia menjadi aman dari kejahatan mereka dan segala praktek keji yang mereka lakukan.
Sungguh Allah Ta’ala Maha Mengetahui hal yang ghaib, Maha Pemurah lagi Maha Mulia. 


Disadur oleh Abu Farwah ‘Arbain dari beberapa sumber literature 
Rujukan,Risalah fi Hukmi as-Sihr wa al-Kahanah, Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz.Kitabut Tauhid, juz. II, Tim Ahli Tauhid. Kitabut Tauhid, Muhammad at-Tamimi.Majalah as-Sunnah, 10/VI/1423H-2002M.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar