Secara Bahasa,Kata ghaib adalah bentuk masdar dari kata ghaa-ba, yang berarti setiap yang tidak dapat dicernah oleh panca indera, baik yang diketahui atau tidak.
Secara Istilah,Beriman kepada yang ghaib adalah percaya kepada segala sesuatu yang tidak dapat dijangkau oleh panca indera dan tidak bisa dicapai oleh akal biasa, akan tetapi hanya dapat diketahui berdasarkan wahyu (khabar) yang diterima oleh para nabi dan rasul.
Dalam
permasalahan ini ahlus sunnah wal jama’ah berkeyakinan bahwa beriman
kepada yang ghaib adalah merupakan salah satu sifat dari orang-orang
mukmin, sebagaimana firman Allah Ta’ala, artinya:
“Alif
laam miim. Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk
bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang
ghaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizki yang Kami
anugerahkan kepada mereka.” (QS. al-Baqarah: 1-3).
Ada dua pendapat tentang makna iman di dalam ayat di atas:
Bahwasanya mereka mengimani segala yang ghaib yang tidak dapat dijangkau oleh panca indera (dan akal), yaitu hal-hal yang telah diberitakan tentang Allah Ta’ala dan tentang Rasul-Nya.
Bahwasanya mereka beriman kepada Allah Ta’ala di waktu ghaib sebagaimana mereka beriman kepada-Nya di waktu hadir, dan ini berbeda dengan orang-orang munafik.
Kedua makna di atas tidak bertentangan, bahkan keduanya harus ada pada diri seorang mukmin.
Ibnu
Jarir ath-Thabari berkata: Yang dimaksud dengan beriman kepada hal
ghaib adalah segala bentuk pembenaran terhadap Allah, titab-kitab-Nya,
dan rasul-rasul-Nya dan bentuk pembenarannya adalah dengan amal
perbuatan.
Berkata
ar-Rabii’ bin Anas: Yang dimaksud adalah orang-orang yang beriman
kepada Allah, malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, surga-Nya,
neraka-Nya dan beriman terhadap kehidupan setelah mati.
Berkata Ibnu Mas’ud: Termasuk di dalamnya adalah beriman tentang adanya dan keberadaan Jin.
Ahlus
Sunnah wal Jama’ah juga berkeyakinan bahwasanya pengetahuan terhadap
hal yang ghaib termasuk hal yang menjadi rahasia Allah Ta’ala dan
termasuk sifat Allah Ta’ala yang paling khusus, yang tidak ada seorang
makhluk-pun dapat menyamai-Nya, sebagaimana firman-Nya;
Artinya, “Dan
pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mwengetahui apa yang ada di
daratan dan di lautan, dan tiada sehelei daun-pun yang gugur melainkan
Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam
kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering melainkan
tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Makhfudz)” (QS. al-An’an: 59)
Maka
barangsiapa berkeyakinan bahwa dirinya atau orang lain boleh mengusai
yang ghaib atau mengetahui hal yang ghaib berarti ia telah kufur, karena
hal ini termasuk hal yang yang tidak pernah diberitakan oleh Allah
Ta’ala kepada siapapun; tidak kepada para malaikat yang dekat dan tidak
juga kepada para rasul yang diutus. Allah Ta’ala berfirman:
قُل لاَّ يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ الْغَيْبَ إِلاَّ اللهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ
“Katakanlah!
(Hai Muhammad) Tiada siapapun baik di langit maupun di bumi yang
mengetahui hal-hal yang ghaib kecuali Allah, dan mereka tidak mengetahui
kapan mereka dibangkitkan” (QS.An-Naml: 65)
Dan firman-Nya;
لاَ أَقُولُ لَكُمْ عِندِيْ خَزَآئِنُ اللهِ وَلاَ أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلاَ أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ
إِلاَّ مَا يُوحَى إِلَيَّ
“Katakanlah!
(Hai Muhammad): Aku tidak mengatakan kepada kalian bahwa perbendaharaan
(rahasia) Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib,
dan tidaklah aku mengatakan kepada kalian bahwa aku ini malaikat, aku
tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku” (QS.Al-An’am:50)
Adapun
hal-hal yang ghaib yang dikhabarkan oleh para nabi dan rasul,
sebagaimana Nabi kita Muhammad r menghabarkan kepada ummatnya tentang
tanda-tanda hari kiamat, tentang adanya surga dan neraka, tentang adanya
azab kubur dan nikmat kubur dan juga Rasulullah r pernah memegang leher
jin Ifrit ketika beliau diganggu oleh Jin tersebut didalam shalatnya
sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dan juga hal-hal yang ghaib
lainnya, maka yang demikian tiada lain hanyalah sebagai salah satu tanda
kenabian dan keistimewaan bagi beliau, dan hal ini hanyalah sebagai
wahyu Ilahi, sebab beliau tidak bertutur kata melainkan berdasarkan
bimbingan wahyu dari Allah Ta’ala.
Pada intinya hal-hal ghaib yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala beritahukan
kepada para nabi dan rasul merupakan kekhususan mereka dan tidak
diberikan kepada selain mereka, hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh
Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam firmanNya,
عَالِمَ
الْغَيْبِ فَلاَ يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا إِلاَّ مَنِ ارْتَضَى
مِن رَّسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ
رَصَدًا
“(Dia
adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan
kepada seorangpun tentang yang hal ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang
diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga
(malaikat) di muka dan di belakangnya”. (QS.Al-Jinn: 26-27)
Namun
sangat disayangkan banyak diantara kaum Muslimin yang masih percaya
kepada cerita-cerita khurafat dan cerita-cerita syirik jahiliyah.
Misalnya keyakinan bahwa ada diantara manusia yang dapat mengetahui hal
yang ghaib apapun bentuk namanya. Kenyataan ini dapat didapati dari
fenomena yang ada disekitar kita, apalagi dengan adanya sekian banyak
bentuk tayangan media elektronik yang menggambarkan cerita-cerita
demikian dan banyak digandrungi oleh banyak pemirsa justru memperparah
dan seolah-olah telah melejitimasi bahwa yang demikian adalah benar
padahal justru sebaliknya bahwa keyakinan-keyakian yang demikian adalah
merupakan kekeliruan yang sangat berhaya terhadap aqidah dan keyakinan
seseorang.
Karena pada dasarnya yang mereka lakukan itu tiada lain hanyalah tipu daya Jin dan propaganda Syaithan menggiring
kaum Muslimin agar jauh dari tuntunan al-Qur’an dan as-Sunnah, kemudian
terjerumus ke lembah kesyirikan dan terkubur ke dalam lumpur kekufuran.
Karena hal ini merupakan perbuatan menyekutukan Allah Ta’ala dengan
selain-Nya dalam hal yang menjadi kekhususan Allah Ta’ala, yaitu
mengetahui hal yang ghaib.
Allah Ta’ala berfirman.
إِنَّهُ
يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لاَ تَرَوْنَهُمْ إِنَّا
جَعَلْنَا الشَّيَاطِينَ أَوْلِيَآءَ لِلَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ
“Sesungguhnya
ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu
tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan
syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak
beriman”. (QS.Al-A’raf:27)
Berkata Ibnu Hajar al-Asqalani dalkam kitabnya Fathul Baari, “Sesunggunya
syaithan bisa menampakkan diri dan melakukan penyerupaan yang bisa
dilihat wujudnya, dan tidak dapat dilihat dalam bentuk aslinya.” (Lihat Fathul Baari, 9/55)
Imam asy-Syafi’i mengatakan, “Barangsiapa yang mengaku bisa melihat jin maka syhadat(persaksiannya) tidak dapat diterima kecuali dia seorang Nabi.” (Fathul Baari, 4/489)
Dengan
demikian klaim seseorang bahwa dia mengetahui hal yang ghaib telah
banyak merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat. Masyarakat telah banyak
mengeluarkan banyak harta dan biaya demi mendapat ilmu ghaib –menurut
sangkaan mereka- , dan terkadang dia menghabarkan beberapa hal,
sebagiannya benar (secara kebetulan) dan sebagiannya bohong, bahkan
sebagian besarnya adalah bohong. Sehingga terbaliklah tolok ukur
kehidupannya, yaitu banyak orang mengatur hidup mereka berdasarkan
saran-saran yang disampaikan oleh sang pendusta dukun dan sebangsanya
yang mengaku mengetahui hal ghaib.
Allah Ta’ala berfirman,
قُل
لاَّ أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلاَ ضَرًّا إِلاَّ مَا شَآءَ اللهُ
وَلَوْ كُنتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا
مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلاَّ نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ
يُؤْمِنُونَ
“Katakanlah!
(Hai Muhammad): Aku tidak berkuasa mendatangkan manfa'at bagi diriku
dan tidak (pula kuasa) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki
Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat
kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan.
Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira
bagi orang-orang yang beriman”.(QS.Al-‘Araf:188)
Jika
Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam saja tidak mengetahui hal yang
ghaib selain yang diwahyukan kepadanya, bahkan dengan terus terang
beliau menafikan yang demikian itu atas dirinya, maka bagaimana dengan
orang-orang selain beliau?? Tentu mereka pasti tidak lebih tahu. Karena
Rasulullah lebih berhak daripada mereka.
Tergelincirnya
banyak orang ke dalam kesalahan berbahaya ini, disebabkan oleh beberapa
berita yang mereka lihat “benar”, yaitu berasal para dukun dan yang
sebangsanya. Sehingga keyakinan mereka semakin kuat, dan selanjutnya
mempercayai cerita-cerita mereka berikutnya.
Dan sebagai tolok ukur, berikut ada beberapa prinsip dasar berkaitan dengan hal ghaib, di antaranya;
Hal ghaib adalah termasuk hal yang hanya diketahui oleh Allah Ta’ala, bahkan sebagian pemberitaan para nabi terhadap hal ini, hanyalah berdasarkan apa yang Allah Ta’ala telah beritakan kepada mereka dan bukan karena usaha mereka sendiri, tidak sebagaimana fenomena yang ada saat ini, banyak orang mengaku dengan bentuk nama apapun telah mengaku mengetahui yang ghaib. Ini tidak lain hanyalah sebuah kedustaan belaka. (Lihat QS. al-Jin: 26-27)
Seandainya mengetahui hal yang ghaib itu merupakan buah dari keimanan yang benar, tentunya orang yang paling berhak adalah Rasulullah. Padahal beliau telah mengingkari terhadap yang demikian. (Lihat QS. al-A’raf: 188)
Seandainya orang-orang yang mengaku mengetahui yang ghaib, tentu mereka akan dapat menghindarkan diri dari bencana, musibah dan kejahatan yang menimpa diri-diri mereka sendiri.
Mereka yang mengaku mengetahui yang ghaib, karena berhubungan dengan jin.
وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ اْلإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا
“Dan bahwasannya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari kalangan jin, maka jin-jin itupun menambahkan bagi mereka dosa dan kesalahan”. (QS. Al-Jin:6)
Syekh Abdullah Al-Jibrin suatu ketika pernah ditanya; apakah benar ada orang-orang tertentu yang bisa langsung melihat bangsa jin apa yang mereka kehendaki dan kapan saja mereka mau? Dijawab oleh beliau: Manusia tidak ada yang mampu melihat bangsa Jin secara hakiki dalam rupanya yang asli, tetapi syaithan-syaithan itulah yang merasuki mereka para penyihir dan dukun, lalu berbicara lewat mereka dan melihat Jin dalam rupannya yang asli, ketika itulah orang tersebut mengabarkan bahwa mereka melihat bangsa Jin kapan datang dan perginya sedangkan orang-orang yang ada disekeliling mereka tidak melihat apapun, Mereka (para penyihir dan dukun) harus berkhidmat kepada Jin & Syaithan sehingga mampu menampakkan diri kepada mereka yang tidak bisa dilihat oleh selain mereka.Kebanyakan orang yang mengaku mengetahui hal ghaib bukanlah orang baik-baik dan bertakwa. Bahkan ada diantara mereka yang fajir (penjahat) dan zindiq (kufur). Mereka banyak berkubang dalam banyak perbuatan yang diharamkan. Kenyataan ini menunjukkan bahwa kabar-kabar tentang sebagian hal ghaib kadang bersumber dari orang yang tidak shalih, bahkan non muslim. Bagaimana mungkin mereka ini bisa menjadi wali-wali Allah melainkan hanya kedustaan belaka??
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللهِ كَذِبًا أَوْ قَالَ أُوْحِىَ إِلَىَّ وَلَمْ يُوحَى إِلَيْهِ شَيْءٌ وَمَن قَالَ سَأُنزِلُ مِثْلَ مَآ أَنزَلَ اللهُ وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلاَئِكَةُ بَاسِطُوا أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنفُسَكُمُ الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُونِ بِمَا كُنتُمْ تَقُولُونَ عَلَى اللهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنتُمْ عَنْ ءَايَاتِهِ تَسْتَكْبِرُونَ
“Dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang mengadakan kedustaan terhadap Allah atau yang berkata:"Telah diwahyukan kepada saya", padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata:"Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah". Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalan tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata) :"Keluarkanlah nyawamu". Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri ayat-ayat-Nya”. (QS.Al-An’am:93)
Dan juga firman Allah dalam surat yang sama,
فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللهِ كَذِبًا لِيُضِلَّ النَّاسَ بِغَيْرِ عِلْمٍ إِنَّ اللهَ لاَيَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan". Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. (QS. Al-An’am:144)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar